BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring berjalannya pembangunan di zaman
sekarang ini, maka kebutuhan akan pasokan listrik juga semakin bertambah. Untuk
memenuhi kebutuhan akan listrik tersebut, maka banyak di daerah-daerah telah
membangun pembangkit-pembangkit listrik, seperti Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN), Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP), Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA). Dalam hal ini, bahasan yang akan diulas adalah
mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi
listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. PLTA merubah energi yang
disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi
tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi
daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.
PLTA telah berkontribusi banyak bagi
pembangunan kesejahteraan manusia sejak beberapa puluh abad yang
lalu. Yunani tercatat sebagai negara pertama yang memanfaatkan tenaga air
untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 1999, tenaga air
yang sudah berhasil dimanfaatkan di dunia adalah sebesar 2650 TWh, atau sebesar
19 % energi listrik yang terpasang didunia
BAB
II
DAMPAK
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)
A. PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi
listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini
adalah Generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh
tenaga kinetik dari air. Namun, secara luas, pembangkit listrik tenaga air
tidak hanya terbatas pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga
meliputi pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam bentuk lain
seperti tenaga ombak.
B. CARA KERJA PLTA
PLTA merubah energi yang disebabkan gaya jatuh
air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke
dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari
turbin ke dalam tenaga elektrik.
Jenis PLTA bermacam-macam,
mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan kemampuan mensupalai untuk beberapa
rumah saja sampai berbentuk raksasa seperti Bendungan Karangkates yang
menyediakan listrik untuk berjuta-juta orang-orang. Photo dibawah ini
menunjukkan PLTA di Sungai Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah yang mampu
mensuplai listrik untuk 8.000orang.
C. KOMPONEN PLTA
PLTA yang paling konvensional mempunyai empat
komponen utama sebagai berikut :
1. Bendungan
Bendungan berfungsi menaikkan permukaan
air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, bendungan
juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi.
2. Turbine
Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling
menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan
menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar baling-baling digantikan air
untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin merubah energi kenetik yang disebabkan
gaya jatuh air menjadi energi mekanik.
3. Generator
Dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi
putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut
berputar. Generator selanjutnya merubah energi mekanik dari turbin menjadi
energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit
listrik lainnya.
4. Jalur Transmisi
Jalur Transmisi berfungsi menyalurkan energi
listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PLTA
PLTA telah berkontribusi banyak bagi
pembangunan kesejahteraan manusia sejak beberapa puluh abad yang
lalu. Yunani tercatat sebagai negara pertama yang memanfaatkan tenaga air
untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 1999, tenaga air
yang sudah berhasil dimanfaatkan di dunia adalah sebesar 2650 TWh, atau sebesar
19 % energi listrik yang terpasang di dunia.
Indonesia mempunyai potensi pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) sebesar 70.000 mega watt (MW). Potensi ini baru dimanfaatkan
sekitar 6 persen atau 3.529 MW atau 14,2 % dari jumlah energi pembangkitan PT
PLN.
Ada beberapa keunggulan dari pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) yang dapat dirangkum secara garis besar sebagai berikut :
1. Respon pembangkit listrik yang cepat dalam
menyesuaikan kebutuhan beban. Sehingga pembangkit listrik ini sangat cocok
digunakan sebagai pembangkit listrik tipe peak untuk kondisi
beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan.
2. Kapasitas daya keluaran PLTA relatif besar
dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan lainnya dan teknologinya
bisa dikuasai dengan baik oleh Indonesia.
3. PLTA umumnya memiliki umur yang panjang, yaitu
50-100 tahun.
4. Bendungan yang digunakan biasanya dapat
sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan
air dan pariwisata.
5. Bebas emisi karbon yang tentu saja merupakan
kontribusi berharga bagi lingkungan.
Selain keunggulan yang telah disebutkan
diatas, ada juga dampak negatif dari pembangunan PLTA pada lingkungan, yaitu
mengganggu keseimbangan ekosistem sungai/danau akibat dibangunnya bendungan,
pembangunan bendungannya juga memakan biaya dan waktu yang lama. Disamping itu,
terkadang kerusakan pada bendungan dapat menyebabkan resiko kecelakaan dan
kerugian yang sangat besar.
E. DAMPAK DARI PEMBANGUNAN PLTA
1. Dampak dari Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Terhadap
Kualitas Danau.
Dengan melihat beberapa pertimbangan, negara
kemudian mulai jeli dalam memanfaatkan setiap sumber daya yang ada. Lewat PT.
PLN, sekarang sudah mulai berkembang pembangkit Listrik Tenaga Air yang
memanfaatkan sumber-sumber air alami sebagai sumber energi pembangkit listrik.
Beberapa diantaranya di Indonesia dapat di lihat pada PLTA Maninjau, PLTA
Singkarak, PLTA Koto Panjang dan lain-lain. PLTA Maninjau misalnya memanfaatkan
Danau Maninjau sebagai sumber energi pembangkit listriknya.
Tentunya, perkembangan ini telah disesuaikan
dengan daya dukung lingkungan dimana setiap PLTA ini akan dibangun. Yang
terpenting dari terobosan ini adalah bagaimana keberadaan PLTA yang dapat tetap
menjaga kualitas ekosistem perairan yang menjadi sumber energinya.
Namun, tentunya semua ini harus dibarengi
dengan kerja sama serta fungsi control yang baik oleh berbagai pihak yang
terkait. Karena, beberapa fakta membuktikan bahwa ternyata keberadaan PLTA
justru memberikan sumbangsi pencemaran terhadap perairan. Danau Maninjau
merupakan salah satu contoh konkret pencemaran akibat adanya PLTA.
Dampak negatif pembangunan PLTA di Danau
Maninjau yakni dengan adanya penyumbatan aliran air yang membawa
endapan/limbah. Ditutupnya outlet alami (Batang Antokan) untuk keperluan PLTA
menyebabkan berubahnya pola pengeluaran air. Air keluar tidak
dialirkan melalui saluran pengeluaran alamiahnya (Sungai Batang Antokan) tetapi
melalui intake PLTA dengan laju 13,39 m3/detik. Hal
ini menunjukkan lemahnya kajian secara komprehensif terhadap pemanfaatan ruang.
Oleh karena itu, penting suatu kajian untuk mengatur alokasi pemanfaatan ruang
sekarang dan akan datang yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan. Tentunya,
endapan limbah ini akan berpengaruh pada tinggi muka air di danau. Limbah ini
akan berpengaruh kepada produktifitas perairan danau, dan yang menjadi dampak
fatal adalah kualitas danau yang akan semakin menurun. Untuk itu, kajian
komprehensif terhadap pemanfaatan ruang menjadi sangat penting.
Disadari atau tidak pembangunan PLTA, hotel,
rumah, penginapan dan bangunan lainnya yang melewati garis pantai sebagai
daerah resapan air telah merubah bentuk ekosistem danau itu sendiri, jika hal
ini dibiarkan saja tanpa ada upaya pencegahan maka kerusakan danau akan semakin
parah, contoh sederhana ombak air Danau Maninjau pada sore hari menghempas ke
pinggir pantai sekarang dihalangi oleh tembok bangunan (dam) sehingga siklus
air tidak berjalan secara alami, jelas saja goncangan ombak akan besar didasar
danau dan hal ini akan mengguncang dasar danau yang berlumpur akibatnya air
danau akan cepat keruhnya.
2. PLTA Mampu Merusak
Iklim.
Pembangkit Listrik Tenaga Air pada umumnya
digerakkan oleh air yang debitnya diatur oleh bendungan. Dampak-dampak dari
sebuah bendungan dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut:
a. Emisi Gas Rumah Kaca (Green House Gas)
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dikenal
sebagai pembangkit listrik yang "green", tanpa emisi gas rumah kaca
atau "green house gas". Apakah memang seperti itu? Riset menunjukkan
bahwa PLTA tidaklah terlalu "green" seperti persepsi yang diyakini
selama ini. PLTA mampu merusak iklim.
Menurut pakar lingkungan yang juga konsultan
dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Eric Duchemin, imej yang
"green" untuk PLTA (hydro power) adalah imej yang salah. PLTA, selain
memproduksi listrik, juga memproduksi Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4)
dalam jumlah yang besar. Bahkan, dalam beberapa kasus, ditemukan fakta dimana
PLTA memproduksi CO2 dan Metana (Gas Rumah Kaca = Green House Gas) dalam jumlah
yang lebih besar daripada pembangkit listrik berbahan bakar fosil (minyak, gas,
batubara).
Dalam salah satu publikasi ilmiah oleh Philip
Fearnside dari Brazil's National Institute for Research in The Amazon in
Manaus, yang berjudul Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change,
diperkirakan bahwa pada tahun 1990, dampak emisi rumah kaca yang terjadi
bendungan Curua-Una di Para, Brazil adalah sebesar tiga setengah kali lipat
daripada pembangkit listrik berbahan bakar minyak untuk sejumlah daya listrik
yang sama.
Mengapa?
Penyebab utama dari Green House Gas ini datang
dari pelepasan kandungan karbon dalam jumlah yang besar dari tanaman dan
pohon-pohon yang terendam air dan membusuk pada saat bendungan dialiri dengan
air. Tanaman dan pohon-pohon ini membusuk di dasar bendungan tanpa menggunakan
oksigen dan menghasilkan timbunan methane (gas rawa) di dalam air. Gas Metana
ini lepas ke atmosfer pada saat air bendungan dialirkan ke turbin air.
Apakah hal ini berlangsung terus menerus?
Sesuai dengan musimnya (musim kemarau, musim
hujan dll), permukaan airbendungan akan terus berubah, naik turun sesuai dengan
debit pasokan air. Pada saat permukaan air bendungan rendah (misal pada musim
kemarau), tanaman di sekitar bendungan akan mulai tumbuh lagi, dan pada saat
permukaan air bendungan naik, tanaman-tanaman ini akan terendam dan terulang
proses yang sama dengan di atas.
3. Berdampak Terhadap
Lingkungan di Sekitar Bendungan
Besar dampak dari sebuah bendungan, baik dari
sisi aliran upstream maupun downstream, adalah berbanding lurus dengan ukuran
bendungan. Kondisi sungai sebelum ada bendungan memungkinkan adanya variasi
debit alami sepanjang tahun. Kondisi yang bervariasi ini, baik debit maupun
suhu air, memungkinkan kelangsungan hidup berbagai organisme dan vegetasi di
sepanjang aliran sungai.
Pada saat bendungan selesai dibangun, debit
air akan berubah sesuai dengan pengaturan yang diinginkan oleh manusia - bukan
secara alami lagi. Air bendungan yang dialirkan secara terkontrol, akan datang
dari bagian bawah bendungan dimana suhu airnya relatif lebih dingin dan
konstan. Perubahan suhu air ini, yang tadinya bervariasi sesuai dengan musim
dan menjadi konstan, akan merubah ekosistem di sungai downstream dari
bendungan. Selain itu, juga dikenal dampak perubahan komposisi kimia dari air
dengan adanya bendungan, dimana air yang dilepas dari bendungan ke sungai
downstream cenderung memiliki kandungan garam terlarut yang lebih tinggi dan
kandungan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan komposisi air di sungai
tanpa bendungan.
Selain hal di atas, masih ada dampak dari
penguapan (evaporasi) dari bendungan. Permukaan air di bendungan pada umumnya
begitu luas, jauh lebih luas daripada sungai tanpa bendungan. Perluasan
permukaan ini mempermudah timbulnya penguapan air. Oleh karena itu, diperlukan
pasokan air yang lebih banyak lagi untuk memelihara jumlah air di dalam
bendungan agar bendungan tersebut dapat berfungsi secara sempurna.
Dari sisi erosi dan sedimentasi, sebagian
besar sedimen yang datang dari sungai upstream akan tertahan di bendungan. Air
yang dilepaskan dari bendungan ke sungai downstream mengandung sedimen yang
sangat rendah, sehingga sungai downstream akan mengalami erosi tanpa ada
material sedimen pengganti. Hal ini sudah terjadi di bendungan Glen Canyon di
wilayah Grand Canyon di Amerika Serikat, dimana setelah konstruksi pada tahun
1963, tercatat erosi di wilayah sepanjang pantai karena kekurangan sedimen yang
datang dari sungai upstream. Pada tahun 1990, pantai-pantai ini terancam hilang
karena erosi yang terus menerus.
4. Rusaknya Kawasan Hutan
Yang di Tempatinya
Lembaga swadaya masyarakat peduli lingkungan
meminta Pemerintah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, mengkaji ulang izin
pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air minihidro di lokasi daerah
aliran sungai Dusun Bangke karena merupakan kawasan hutan lindung.
"Seharusnya pemerintah daerah selektif
dan lebih teliti dalam memberikan izin kepada investor untuk menanamkan
modalnya, termasuk swasta akan membangun PLTA di Desa Bangke, karena berada di
kawasan hutan lindung dan merupakan daerah aliran sungai," kata Ketua LSM
Rakyat Peduli Lingkungan (RAPI) Sumsel, Sahlan, di Lahat, Minggu (18/12/2011).
Menurut dia, sebagian besar sepanjang wilayah hutan di daerah itu merupakan
kawasan lindung dan hutan lindung yang tidak boleh dijadikan lahan perkebunan,
termasuk eksplorasi meskipun memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang
diperlukan dalam pembangunan. "Kita justru mempertanyakan kalau ingin
membangun PLTA tidak mesti dilakukan upaya pembebasan lahan secara
besar-besaran karena hal itu akan berdampak kerusakan terhadap lingkungan
setempat," ujar dia.
Kalaupun ingin membangun PLTA, cukup
seperlunya dengan tidak merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai secara
berlebihan. Apalagi, kekuatan pembangkit listrik itu juga hanya 2,8 megawatt
(MW). "Sepanjang aliran Sungai Indikat yang berada di perbatasan antara
Lahat, Kota Pagaralam, dan Kabupaten Muaraenim merupakan kawasan hutan lindung.
Jadi, tidak sembarangan bisa dilakukan penggunaan lahan," katanya. Ia
mengemukakan, kalau sampai daerah tersebut dibuka untuk kegiatan proyek,
dikhawatirkan akan memancing warga setempat melakukan pembukaan lahan di sekitar
daerah itu secara besar-besaran. "Jika itu terjadi, kerusakan hutan
lindung di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam akan semakin meluas. Bisa
dibayangkan hingga 2011 ini kerusakan hutan lindung wilayah Lahat mencapai
46.123 hektar dan Kota Pagaralam seluas 7.950 hektar," ujar dia lagi.
Dampak cukup besar, kata Sahlan, saat kemarau
selalu terjadi pengurangan debit air Sungai Lematang dan musim hujan terjadi
banjir bandang dan longsor. Sahlan menyatakan, di beberapa kecamatan wilayah
Lahat memang tidak dibolehkan ada aktivitas pembukaan hutan untuk kepentingan
apa pun, dan kalaupun ada hanya dilakukan warga setempat yang luput dari
pemantauan petugas kehutanan. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Lahat, Hapit Padli, mengatakan bahwa izin penggunaan lahan hanya untuk
pembanguan pembangkit listrik menggunakan panas bumi. "Tidak tahu kalau
akan dibangun PLTA, namun setahu saya mereka izin akan membangun pembangkit
listrik geotermal," ujar dia. Posisi hutan itu sangat berpengaruh terhadap
ekosistem sekitarnya, tentunya bila rusak akan mengancam kelangsungan jutaan
umat manusia. Dan, kalau memang berada di dalam hutan lindung, perlu dikaji
ulang.
Bupati Lahat, Saifudin Aswari Rivai, mengakui
memang ada proyek pembangunan PLTA di sekitar Sungai Indikat, tepatnya di Desa
Bangke, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat. "Memang kita sudah mendapat
informasi kalau akan ada pembangunan PLTA karena berada di dua wilayah antara
Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, maka izinnya dari Pemprov Sumsel,"
ujar dia. Kalaupun berada di kawasan hutan lindung, perlu dikaji ulang dan akan
berkoordinasi dengan Pemprov Sumsel.
5. PLTA Mengganggu Kehidupan
Satwa Langka
Mamuju (Phinisinews) - Pejabat di Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, meminta
satwa langka Anoa dilindungi dari dampak pembangunan PLTA Karama di Kecamatan
Bonehau. "Lindungi Anoa, satwa langka yang banyak mendiami sekitar wilayah
pembangunan PLTA Karama. Jangan sampai satwa langka Anoa mirip kambing, terkena
dampak dan habitat mereka menjadi terganggu," kata Kepala Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Mamuju, Abraham Lati di Mamuju, Rabu.
Anoa merupakan satwa langka yang hampir punah
dan hanya ada di Sulawesi. Satwa itu banyak hidup di hutan Sulawesi, termasuk
di wilayah pegunungan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulbar. Ia mengatakan, satwa
langka yang habitatnya banyak terdapat di lokasi pembangunan PLTA Karama harus
dilindungi dari dampak pembangunan PLTA Karama, karena satwa itu merupakan
kebanggaan masyarakat Sulawesi. Karena itu, dia meminta perhatian pihak terkait
bahwa satwa itu harus diperhitungkan habitatnya dan jangan sampai terganggu.
Proyek PLTA Karama akan dilaksanakan pada tahun depan.
Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh
sebelumnya menyusun strategi dalam rangka mengantisipasi dampak pembangunan
PLTA Karama di Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju, agar tidak merugikan
masyarakat setempat maupun lingkungan. "Pemerintah di Sulbar segera
membentuk tim sembilan terkait pembangun PLTA Karama yang akan dibangun di
Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju, yang mulai dilaksanakan pada tahun
2012," katanya. Ia mengatakan, tim sembilan yang akan dibentuk nantinya
akan bertugas mendesain pembangunan PLTA Karama dengan melibatkan ahli
berpengalaman agar pembangunan proyek mega raksasa di Sulbar itu tidak
menimbulkan dampak lingkungan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air
sangat penting dan berguna demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Semua itu
dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Dampak-dampak yang terjadi dalam pembahasan diatas dapat ditanggulangi dengan
baik apa bila semua pihak dapat bekerja sama dalam melakukannya.
Selain dampak yang baik seperti terbantunya
pasokan listrik dengan diadakannya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
ternyada ada dampak-dampak buruknya juga,seperti berkurangnya kualitas danau,
dapat merusak iklim, berdampak pada lingkungan disekitar bendungan, merusak
kawasan hutan, dan dapat mengganggu satwa langka yang ada.
Dari kesimpulan diatas, dapat diketahui bahwa
setiap kegiatan yang kita lakukan memiliki dampaknya masing-masing. Kita harus
dapat memilih dan menentukan mana yang baik untuk masa depan dan masa sekarang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.